Manusia
Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
Dosen Mata Kuliah
Dra. Utty Suwirta, M. Pd
Disusun oleh:
Reni Rahmawati
2119110009
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
GALUH CIAMIS
TAHUN
2011
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat
iman dan islam kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan yang baik ini tidak
lupa penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Kedua
orang tua yang selalu mendukung saya
2. Kepada
Ibu Dra. Utty Suwirta, M. Pd selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
3. Kepada
semua pihak yang telah membantu, baik dari segi materi, pengetahuan, maupun
materil hingga selesainya penyusunan makalah ini.
Makalah yang berjudul “Manusia Sebagai
Makhluk Individu dan Makhluk Sosial” yang disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar pada Program Studi Pendidikan
Biologi FKIP Universitas Galuh Ciamis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik itu dari segi penyajian maupun dari segi penulisannya.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun dan perbaikan penulisan makalah ini atau laporan-laporan
lainnya yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat, khusus
bagi penulisan dan umumnya bagi semua pembaca. Amin.
Ciamis, Oktober
2011
Penulis
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR
ISI
.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah.......................................................................... 1
1.2 Perumusan
Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan
Penulisan .................................................................................... 2
1.4 Metode
Penulisan ................................................................................... 2
1.5 Sistematika
Penulisan ............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Manusia
Sebagai Mahluk Individu ........................................................ 4
2.2 Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Individu.............................. 6
2.3 Perkembangan
Individu.......................................................................... 6
2.4 Manusia
Sebagai Mahluk Sosial ............................................................. 8
2.5 Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Sosial.................................. 11
2.6 Interaksi
Sosial dan Sosialisasi................................................................ 12
2.7 Karakteristik
Manusia Sebagai Mahluk Sosial ....................................... 16
2.8 Peranan
Manusia Sebagai Mahluk Sosial................................................ 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
............................................................................................ 20
3.2 Kritik
Dan Saran .................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 22
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pada
dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia memiliki
satu pribadi yang berbeda dengan manusia yang lain. Setiap manusia memiliki
identitas dan karakteristik sendiri, sementara itu sebagai makhluk sosial
manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan orang lain. Hal ini pun ditegaskan
oleh seorang ahli filsuf Yunani yang bernama Aristoteles. Menurutnya manusia
adalah zoon politicon. Hal ini berarti manusia merupakan makhluk sosial atau
homo socialis yang memiliki keinginan untuk bergaul dan berkumpul dengan sesama
manusia lainnya. Dengan demikian, manusia ditakdirkan untuk hidup bermasyarakat
sehingga tanpa kehadiran orang lain, individu tersebut seolah-olah tidak
mempunyai arti.
Sebagai
makhluk sosial, manusia akan senantiasa menjalin hubungan dengan sesamanya
untuk mencapai kebutuhan hidup. Misalnya untuk mendapat baju yang indah,
seorang individu membutuhkan keahlian seorang penjahit. Untuk mendapatkan
sepotong buah yang segar, individu membutuhkan penjual buah. Untuk mendapatkan
beras, individu membutuhkan petani. Masih banyak sekali contoh yang lainnya. Di
sini terlihat bahwa tanpa keberadaan orang lain manusia tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Oleh karena
itu, sepanjang hidup manusia senantiasa berkelompok. Hal ini dapat dilihat dari
terbentuknya keluarga. Keluarga merupakan kelompok manusia dalam skala kecil.
Seiring dengan berjalannya waktu, kelompok ini semakin luas hingga membentuk
sebuah bangsa dan negara yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan.
1.2
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa pengertian manusia sebagai mahluk
individu?
2.
Bagaimana perkembangan individu?
3.
Apa pengertian manusia sebagai mahluk
sosial?
4.
Bagaimana karakteristik manusia sebagai
mahluk sosial?
5.
Apa saja peranan manusia sebagai mahluk
sosial?
1.3
Tujuan
Penulisan
Sekecil apapun bentuk kegiatan yang
dilakukan senantiasa harus dipertimbangkan dan ditinjau dari segi latar
belakang dan tujuannya terlebih dahulu, penting tidak dengan tujuan yang jelas
kegiatan tersebut akan terasa terarah, terencana, dan terasa lebih mantap,
apalagi jika kegiatan ini mempunyai perkiraan dan jangkauan yang lebih luas.
Begitupula dengan penyusunan makalah ini
memiliki beberapa tujuan yaitu:
1. Untuk
mengetahui pengertian manusia sebagai mahluk individu
2. Untuk
mengetahui pengertian manusia sebagai mahluk sosial
3. Untuk
mengetahui perkembangan individu
4. Untuk
mengetahui karakteristik manusia sebagai mahluk sosial
5. Untuk
mengetahui peranan manusia sebagai mahluk sosial
1.4
Metode
Penulisan
Metode yang penulis terapkan dalam
menyusun makalah ini adalah metode pustaka, yaitu penulis mengambil data-data
dari beberapa sumber seperti buku dan internet.
1.5
Sistematika
Penulisan
Penyusunan makalah ini menggunakan
sistematika yang umum digunakan dalam pembuatan makalah sehingga susunannya
merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, yaitu sebagai berikut :
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
1.2 Perumusan
Masalah
1.3 Tujuan
Penulisan
1.4 Metode
Penulisan
1.5 Sistematika
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Manusia
Sebagai Mahluk Individu
2.2 Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Individu
2.3 Perkembangan
Individu
2.4 Manusia
Sebagai Mahluk Sosial
2.5 Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
2.6 Interaksi
Sosial dan Sosialisasi
2.7 Karakteristik
Manusia Sebagai Mahluk Sosial
2.8 Peranan
Manusia Sebagai Mahluk Sosial
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Kritik
Dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
2.1
Manusia
Sebagai Mahluk Individu
Dalam bahasa Latin individu berasal dari
kata individuum, artinya yang tak
terbagi. Dalam bahasa Inggris individu berasal dari kata in dan divided. Kata in salah satunya mengandung pengertian
tidak, sedangkan divided artinya
terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki
unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang
dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam
dirinya. Jika unsur tersebut tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut
lagi sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya,
atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Bila seseorang hanya tinggal raga, fisik,
atau jasmaninya saja, maka tidak dikatakan sebagai individu. Jadi pengertian
manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada dalam
diri individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Jadi
sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan
rohaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, keutuhan raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan atau ciri
khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama, ternyata masing-masing
memiliki keunikan tersendiri. Sekalipun orang itu terlahir secara kembar,
mereka tidak ada yang memiliki ciri fisik dan psikis yang persis sama.
Walaupun
secara umum manusia itu memiliki perangkat fisik yang sama, tetapi kalau
perhatian kita tujukan pada hal yang lebih detail, maka akan terdapat
perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu terletak pada bentuk, ukuran, sifat, dan
lain-lainnya. Contohnya: si Sule berbeda dengan si Ajis Gagap, karena di antara
keduanya berbeda secara fisik, si Sule berambut panjang dan kurus, sedangkan si
Ajis Gagap berambut pendek dan agak gemuk. Begitu pula dalam kumpulan atau
kerumunan ribuan orang atau jutaan manusia, kita tetap dapat mengenali
seseorang yang sudah kita kenal karena memiliki ciri fisik yang sudah kita
kenal. Sebaliknya bila hal ini terjadi pada kerumunan atau kumpulan hewan atau
binatang, sulit bagi kita untuk mengenali satu hewan di tengah ribuan hewan
yang sejenis.
Ciri seorang individu tidak hanya mudah
dikenali lewat ciri fisik atau biologisnya. Sifat, karakter, perangai, atau
gaya dan selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri fisik seseorang
pertama kali mudah dikenali. Ada orang yang gemuk, kurus, atau langsing, ada
yang kulitnya cokelat, hitam, atau putih, ada yang rambutnya lurus dan ikal.
Dilihat dari sifat, perangai atau karakternya, ada orang yang periang, sabar,
cerewet, atau lainnya.
Seorang individu adalah perpaduan
antara:
- Faktor
genotipe (faktor yg dibawa sejak lahir, faktor keturunan). Kalau seseorang
individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir,
ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan (faktor fenotipe).
- Faktor
fenotipe (lingkungan) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang
khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan
lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya.
Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan
interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga,
dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seseorang
ini sering kita sebut dengan kepribadian.
Menurut Nursyid Sumaatmadja, kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu
yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi biopsikofisikal (fisik
dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang
terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika
mendapat rangsangan dari lingkungan.
Setiap orang memiliki kepribadian yang
membedakan dirinya dengan yang lain. Kepribadian seseorang itu dipengaruhi
faktor bawaan (genotipe) dan faktor lingkungan (fenotipe) yang saling
berinteraksi terus-menerus.
Selain individu, kelompok sosial yang
lebih besar, seperti keluarga, tetangga, dan masyarakat, memiliki
ciri/karakter/kebiasaan yang berbeda-beda pula. Keluarga yang terbiasa dengan
suasana yang demokratis dan religius, misalnya, berbeda dengan keluarga yang
suasananya otoriter dan kurang religius. Begitu pula lingkungan tetangga yang
familiar dan gotong royong, berbeda dengan yang kurang akrab dan individualis.
2.2
Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Individu
Sebagai
makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau
kelompok, manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran
pribadi di antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu.
Sebagai
makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan
tindakan instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan Homo sapiens
memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku
bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi
yang ada di dalam dirinya seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan
potensi-potensi yang ada, manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia
seutuhnya yaitu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Perkembangan
manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu puluhan
atau bahkan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam
menjadikan manusia semakin berkembang. Perkembangan keindividualan memungkinkan
seseorang untuk mengmbangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara
optimal.
Sebagai
makhluk individu manusia mempunyai suatu potensi yang akan berkembang jika
disertai dengan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat menggali dan
mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya. Melalui pendidikan pula
manusia dapat mengembangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dan menerapkannya
dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia
itu sendiri.
2.3
Perkembangan
Individu
Sejak lahir sampai pada akhir
hayatnya, manusia hidup ditengah-tengah kelompok sosial atau kesatuan sosial
juga dalam situasi sosial yang merupakan bagian dari ruang lingkup suatu
kelompok sosial. Kelompok sosial yang merupakan awal kehidupan manusia individu
adalah keluarga. Dalam keluarga ada rasa saling tergantung diantara sesama
manusia yang membentuk individu berkembang untuk beradaptasi dengan kehidupan
dalam masyarakat. Hal ini menandakan bahwa manusia sebagai individu tidak mampu
hidup sendiri, tetapi diperlukan keberadaan dalam suatu kelompok (masyarakat)
sehingga individu merupakan makhluk sosial. Ini berarti antara individu dan
kelompok terdapat hubungan timbal balik dan hubungan yang sangat erat yang
merupakan hubungan fungsional.
Pertumbuhan dan perkembangan
individu menjadi pribadi yang khas tidak terjadi dalam waktu sekejap, melainkan
terentang sebagai kesinambungan perkembangan sejak masa janin, bayi, anak ,
remaja, dewasa sampai tua. Istilah pertumbuhan lebih tertuju pada segi fisik
atau biologis individu, sedangkan perkembangan tertuju pada segi mental
psikologis individu.
Pertumbuhan dan perkembangan
individu dipengaruhi beberapa faktor. Mengenai hal tersebut ada tiga pandangan,
yaitu:
- Pandangan
nativistik menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata ditentukan
atas dasar fakor dari dalam individu sendiri, seperti bakat dan potensi,
termasuk pula hubungan atau kemiripan dengan orang tuanya. Misalnya, jika
ayahnya seniman maka sang anak akan menjadi seniman pula.
- Pandangan
empiristik menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata didasarkan
atas faktor lingkungan. Lingkunganlah yang akan menentukan pertumbuhan
seseorang. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan nativistik.
- Pandangan
konvergensi yang menyatakan bahwa pertumbuhan individu dipengaruhi oleh
faktor diri individu dan lingkungan. Bakat anak merupakan potensi yang
harus disesuaikan dengan diciptakannya lingkungan yang baik sehingga ia
bisa tumbuh secara optimal. Pandangan ini berupaya menggabungkan kedua
pandangan sebelumnya.
Pada dasarnya, kegiatan atau
aktivitas seseorang ditujukan untuk memenuhi kepentingan diri dan kebutuhan
diri. Sebagai makhluk dengan kesatuan jiwa dan raga, maka aktivitas individu
adalah untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan jiwa, rohani, atau psikologis,
serta kebutuhan jasmani atau biologis. Pemenuhan kebutuhan tersebut adalah
dalam rangka menjalani kebutuhannya.
Pandangan yang mengembangkan
pemikiran bahwa manusia pada dasarnya adalah individu yang bebas dan merdeka
adalah paham individualisme. Paham individualisme menekankan kekhususan,
martabat, hak, dan kebebasan orang perorang. Manusia sebagai individu yang
bebas dan merdeka tidak terikat apapun dengan masyarakat ataupun negara.
Manusia bisa berkembang dan sejahtera hidupnya serta berlanjut apabila dapat
bekerja secara bebas dan berbuat apa saja untuk memperbaiki dirinya sendiri.
2.4
Manusia
Sebagai Mahluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial
adalah manusia yang senantiasa hidup dengan manusia lain (masyarakatnya). Ia
tidak dapat merealisasikan potensi hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan
membutuhkan manusia lain untuk hal tersebut, termasuk dalam mencukupi
kebutuhannya.
Menurut kodratnya manusia adalah
makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang
berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya
dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan
manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu
menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia
akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk
sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk
berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup
sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Ketika manusia sebagai makhluk
individu ternyata tidak mampu hidup sendiri. Manusia berbeda dengan hewan,
manusia diberikan akal, sedangkan hewan di berikan insting untuk mempertahankan
hidupnya. Insting yang di miliki manusia sangat terbatas, misalnya ketika bayi
lahir ia hanya diberi insting untuk menangis, ketika lapar ia menangis, ketika
pipis pun ia menangis. Untuk bisa berjalan manusia membutuhkan manusia lain.
Sedangkan pada hewan, misalnya jerapah, beberapa menit setelah lahir sudah bisa
berjalan tegak mengikuti induknya. Insting atau naluri
adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, yang diperoleh bukan melalui proses
belajar.
Pada usia bayi, manusia sudah
menjalin hubungan terutama dengan ayah dan ibu, dalam bentuk gerakan, senyuman,
dan kata-kata. Pada usia 4 tahun, ia mulai berhubungan dengan teman- teman
sebaya dan melakukan kontak sosial. Pada usia-usia selanjutnya, ia terikat
dengan norma-norma pergaulan dengan lingkungan yang semakin luas. Manusia hidup
dalam lingkungan sosialnya. Ia dalam menjalani kehidupannya akan senantiasa
bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Manusia saling membutuhkan dan
harus bersosialisasi dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri. Ia akan bergabung
dengan manusia lain membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dan tujuan hidup. Dalam hal ini, manusia sebagai individu memasuki
kehidupan bersama dengan individu lainnya.
Berdasarkan proses diatas, manusia
lahir dengan keterbatasan, dan secara naluriah manusia membutuhkan hidup dengan
manusia lainnya. Manusia sejak lahir dipelihara dan dibesarkan dalam sesuatu
masyarakat terkecil, yaitu keluarga. Keluarga terbentuk karena adanya pergaulan
antar anggota sehingga dapat dikatakan bahwa berkeluarga merupakakn kebutuhan
manusia. Esensinya, manusia memerlukan orang lain atau hidup dalam kelompoknya.
Cooley berpendapat, ia memberi nama looking-glass
self untuk melihat bahwa seseorang dipengaruhi oleh orang lain. Nama
demikian diberikan olehnya karena melihat analogi antara pembentukan diri
seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin; kalau cermin memantau
apa yang ada didepannya, maka menurut Cooley diri seseorang memantau apa yang
di rasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya.
Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga
tahap:
- Tahap
pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain
terhadapnya.
- Tahap
kedua, sesorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap
penampilannya.
- Tahap
ketiga, seseoerang mempunyai perasaan terhadapa aap yang dirasakannya
sebagai penilaian orang lain terhadap itu.
Untuk memahami pendapat Cooley
disini dapat disajikan suatu contoh. Seorang siswa yang cenderung memperoleh
nilai-nilai rendah (misalnya, 40 atau 50) dalam ujian-ujian semesternya.
Misalnya para guru yang ada di sekolah menganggapnya bodoh. Ia merasa pula
bahwa karena ia dinilai bodoh maka ia kurang dihargai guru-gurunya. Karena
kurang dihargai siswa, siswa tersebut menjadi murung. Jadi disini perasaan diri
sendiri seseorang merupakan pencerminan dari penilaian orang lain (looking-glass
self). Dalam kasus tersebut diatas, pelecehan oleh guru ini ada dalam benak
si siswa dan memengaruhi pandangannya mengenai dirinya sendiri, terlepas dari
soal apakah dalam kenyataan para guru memang berperasaan demikian terhadapnya.
Aristoteles (384-322 SM) seorang
ahli filsafat yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon
politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada dasarnya selalu
ingin bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya yang ingin bergaul satu sama
lain, maka manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk
individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia
sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir,
hidup berkembang, dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Sebagai idividu,
manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkan dengan mudah tanpa
bantuan orang lain.
Salah satu peranan dikaitkan dengan
sosialisasi oleh teori George Herbert Mead. Dalam teorinya yang diuraikan dalam
buku Mind, Self, and Socienty (1972),
Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui beberapa
tahap-tahap Play Stage, tahap Game Stage, dan tahap Generalized
Other.
Menurut mead setiap anggota baru
masyarakat harus mempelajari peranan-peranan yang ada dalam masyarakat.
Sosialisasi adalah suatu proses dimana didalamnya terjadi pengambilan peranan
yang harus dijalankannya serta peranan yang harus dijalankan orang lain.
Melalui penguasaan peranan yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat
berinteraksi dengan orang lain. Menurut Mead tahap-tahapan itu adalah:
1. Play Stage, seseorang anak kecil
mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia mulai
menirukan peranan yang dijalankan oleh orang tuanya atau peranan orang dewasa
lain dengan siapa ia sering berinteraksi.
2. Game Stage, seorang anak tidak
hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula
mengetahui peranan yang harus dijalankannya oleh orang lain dengan siapa ia
berinteraksi.
3. Generalized Other, pada tahap awal
sosialisasi, interaksi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah kecil orang
lain biasanya snggota keluarga, terutama ayah dan ibu. Oleh Mead orang-orang
yang penting dalam proses sosialisasi ini dinamakan significant other. Pada
tahap ketiga sosialisasi seseorang dianggap telah mampu mengamil
peranan-peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat mampu mengambil
peranan Generalized Other. Ia telah mampu brinterksi dengan orang lain
dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang
lain dengan siapa ia berinteraksi.
Dapat
disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa
alasan sebagai berikut:
a.
Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b.
Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
c.
Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d.
Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
2.5
Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Di dalam kehidupannya,
manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk
bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah
selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang
interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup
sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup
dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung
konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan
positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak
manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu.
Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan
bersama, dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman
modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat
sendiri.
Tidak hanya
terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional
yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari
orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri
pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut
hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang
lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam
berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat
menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang
khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, "manusia hanya
dapat menjadi manusia karena pendidikan". Jadi jika manusia tidak dididik
maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah
terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal
tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi
pembentukan pribadi seseorang.
Dengan
demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup
bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam
memenuhi kebutuhan rohani.
Di samping adanya hasrat-hasrat atau golongan instingtif pada manusia masih
terdapat factor-faktor yang lain yang mendorong manusia untuk hidup
bermasyarakat.
Faktor-faktor itu adalah:
- Adanya
dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan
atau jenisnya.
- Adanya
kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk
lemah.karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang
terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
- Karena
terjadinya habit pada tiap-tiap diri manusia. Manusia bermasyarakat karena
ia telah biasa mendapat bantuan yang berfaedah yang diterimanya sejak kecil
dari lingkungannya.
- Adanya
kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita,
kebudayaan, dan lain-lain.
2.6 Interaksi Sosial dan Sosialisasi
a.
Interaksi Sosial
Kata
interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi
sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi
adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi
dalam pikiran dan tindakannya. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam
kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Interaksi
sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai
pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau
bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan
bentuk-bentuk dari interaksi sosial.
Interaksi
sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Imitasi adalah suatu proses peniruan
atau meniru.
2.
Sugesti. Yang dimaksud sugesti di sini
adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri
maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Karena
dalam psikologi sugesti di bedakan adanya.
· Autosugesti,
yaitu sugesti terhadap diri sendiri yang datang dari dirinya sendiri.
· Heterosugesti,
yaitu sugesti yang datang dari orang lain.
Arti sugesti dan imitasi
dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalah hampir sama. Bedanya ialah
bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada
sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima
oleh orang lain di luarnya. Dalam ilmu jiwa sosial sugesti dapat dirumuskan
sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan
atau pedoman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa di kritik terlebih dahulu
3.
Identifikasi dalam psikologi berarti
dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah
maupun batiniah.
4.
Simpati adalah perasaan tertariknya
orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis
rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses
identifikasi.
Syarat –
syarat terjadinya interaksi sosial:
1. Adanya kontak sosial
adalah
hubungan alngsung atau bersama-sama. Misalnya berbicara dengan bertatap muka,
berbicara melalui telepon.
2. Adanya
komunikasi
komunikasi
berasal dari bahasa latin yaitu Cominicare
(Comunis) yang berarti milik bersama. Jadi komunikasi adalah hubungan timbal
balik antar sesama manusia dan dapat terjadi apabila seseorang memberi arti
perlakuan kepada orang lain melalui gagasan atau perasaan atas sesuatu yang
ingin disampaikan orang tersebut.
Bentuk-bentuk
interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict).
Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial,
keempat pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas
dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian
menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada
akomodasi.
Gilin and
Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada
dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial,
yaitu:
a.
Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus
yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
b.
Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi
“contravention” dan pertentangan pertikain.
Adapun interaksi yang pokok
proses-proses adalah:
1.
Bentuk
Interaksi Asosiatif
a.
Kerja sama (cooperation)
Kerja sama
timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok
lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama,
yaitu:
·
Bargainng, pelaksanaan perjanjian
mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
·
Cooperation, proses penerimaan
unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu
organisasi, sebagai salah satu carta untuk menghindari terjadinya kegoncangan
dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
·
Coalition, kombinasi antara dua
organisasi atau lebih yang mempynyai tujuan yang sama.
b.
Akomodasi (accomodation)
Adapun
bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya:
·
Coercion, yaitu suatu bentuk akomodasi
yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.
·
Compromise, suatu bentuk akomodasi, di
mana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai
suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
·
Arbitration, suatu cara untuk
mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan tidak sanggup
untuk mencapainya sendiri.
·
Mediation, hampir menyerupai arbiration
diundang pihak ke tiga yang netral dalam persoalan yang ada.
·
Conciliation, suatu usaha untuk
mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu tujuan
bersama.
·
Tolerantion, bentuk akomodasi tanpa
persetujuan yang formil bentuknya.
·
Stelemate, merupakan suatu
akomodasi di mana pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang,
berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangan.
·
Adjudication¸ yaitu perselisihan
perkara atau sengketa di pengadilan.
2.
Bentuk
Interaksi Disosiatif
a.
Persaingan (competition)
Persaingan
adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang
bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik
perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan
kekerasan.
b.
Kontravensi (contravention)
Kontravensi
bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontavensi
ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka
yang disembunyikannya dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi
gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
c.
Pertentangan (conflict)
Pertentangan
adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok sosial yang berusaha
untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman
atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara lain:
·
Pertentangan pribadi, pertentangan
antar-individu.
·
Pertentangan rasional, pertentangan yang timbul
karena perbedaan ras.
·
Pertentangan kelas sosial, pertentangan yang di
sebabkan oleh perbedaan kepentingan antara kelas sosial.
·
Pertentangan politik, biasanya terjadi di antara
partai-partai politik untuk memperoleh kekuasaan negara.
3.
Bentuk dan
Pola Sosialisasi
a.
Bentuk-bentuk Sosialisasi
Sosialisasi
merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan
inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti
sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau
pendidikan berkesinambungan.
b.
Pola-pola Sosialisasi
Pada
dasarrnya kita mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola represi
yang menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Dan pola
partisipatori yabg merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan
manakala berperilaku baik dan anak menjadi pusat sosialisasi.
2.7
Karakteristik
Manusia Sebagai Mahluk Sosial
Telah berabad-abad konsep manusia
sebagai makhluk sosial itu ada yang menitik beratkan pada pengaruh masyarakat
yang berkuasa kepada individu. Dimana memiliki unsur-unsur keharusan biologis,
yang terdiri dari:
- Dorongan
untuk makan
- Dorongan
untuk mempertahankan diri
- Dorongan
untuk melangsungkan jenis
Dari tahapan diatas menggambarkan bagaimana individu dalam perkembangannya sebagai
seorang makhluk sosial dimana antar individu merupakan satu komponen yang
saling ketergantungan dan membutuhkan. Sehingga komunikasi antar masyarakat
ditentukan oleh peran oleh manusia sebagai makhluk sosial. Dalam
perkembangannya manusia juga mempunyai kecenderungan sosial untuk meniru dalam
arti membentuk diri dengan melihat kehidupan masyarakat yang terdiri dari :
- Penerimaan
bentuk-bentuk kebudayaan, dimana manusia menerima bentuk-bentuk
pembaharuan yang berasal dari luar sehingga dalam diri manusia terbentuk
sebuah pengetahuan.
- Penghematan
tenaga dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu
menggunakan banyak tenaga dari manusia sehingga kinerja mnausia dalam
masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.
Pada umumnya hasrat meniru itu kita
lihat paling jelas di dalam ikatan kelompok tetapi juga terjadi didalam
kehidupan masyarakat secara luas. Dari gambaran diatas jelas bagaimana manusia
itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk
dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu
sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial. Yang menjadi ciri manusia dapat
dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial
didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan
manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis besar faktor-faktor
personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :
- Tekanan
emosional. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu
sama lain.
- Harga
diri yang rendah, etika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia
yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan
dengan orang lain karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan
membutuhkan kasih sayang orang lain atau dukungan moral untuk membentuk
kondisi seperti semula. Isolasi sosial, orang yang terisolasi harus
melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar
terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.
2.8
Peranan Manusia
Sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai pribadi adalah
berhakikat sosial. Artinya, manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan
dengan orang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang
lain. Fakta ini memberikan kesadaran akan “ketidakberdayaan” manusia dalam
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kebutuhan akan orang lain dan interaksi
sosial membentuk kehidupan berkelompok pada manusia. Berbagai kelompok sosial
tumbuh seiring dengan kebutuhan manusia untuk saling berinteraksi.
Dalam berbagai kelompok sosial ini,
manusia membutuhkan norma-norma pengaturannya. Terdapat norrma-norma sosial
sebagai patokan untuk bertingkah laku bagi manusia di kelompoknya. Norma-norma
tersebut ialah:
a. Norma agama atau religi, yaitu norma
yang bersumber dari Tuhan yang diperuntukkan bagi umat-Nya. Norma agama berisi
perintah agar dipatuhi dan larangan agar dijauhi umat beragama. Norma agama ada
dalam ajaran-ajaran agama.
b. Norma kesusilaan atau moral, yaitu norma
yang bersumber dari hati nurani manusia untuk mengajak kepada kebaikan dan
menjauhi keburukan. Norma moral bertujuan agar manusia berbuat baik secara
moral. Orang berkelakuan baik adalah orang yang bermoral, sedangkan orang yang
berkelakuan buruk adalah orang tidak bermoral atau amoral.
c. Norma kesopanan atau adat adalah
norma yang bersumber dari masyarakat dan berlaku terbatas pada lingkungan
masyarakat yang bersangkutan. Norma ini di maksudkan untuk menciptakan
keharmonisan hubungan antarsesama.
d. Norma hukum, yaitu norma yang dibuat
masyarakat secara resmi (negara) yang pemberlakuannya dapat dipaksakan. Norma
hukum yang bersifat tertulis.
Selain itu, norma dapat dibedakan pula menjadi empat macam berdasarkan
kekuatan berlakunya dimasyarakat. Ada norma yang daya ikatnya sangat kuat,
sedang, dan ada pula norma yang daya ikatnya sangat lemah. Keempat jenis
tersebut adalah cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan
adat istiadat (custom).
a. Cara (usage)
Cara adalah
bentuk kegiatan manusia yang daya ikatnya sangat lemah. Norma ini lebih
menonjol dalam hubungn antarindividu atau perorangan. Pelanggaran terhadap
norma ini tidak mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi sekedar celaan.
Contohnya cara makan, ada yang makan sambil berdiri dan ada yang makan sambil duduk.
Cara makan sambil duduk dianggap lebih panas dibandingkan cara makan sambil
bediri.
b. Kebiasaan
(falkways)
Kebiasaan
adalah kegiatan atau perbuatan yang di ulang-ulang dalam bentuk yang sama oleh
orang banyak kerana disukai. Norma ini lebih kuat daya ikatnya dari pada norma
cara. Contohnya, kebiasaan salam bila bertemu.
c. Tata
kelakuan (mores)
Tata
kelakuan adalah kebiasaan yang di anggap sebagai norma pengatur. Sifat norma
ini disatu sisi sebagai pemaksa suatu perbuatan dan disisi lain sebagai suatu
larangan. Dengan demikian, tata kelakuan dapat menjadi acuan agar masyarakat
menyusuaikan diri dengan kelakuan yang ada serta meninggalkan perbuatan yang
tidak sesui dengan tata kelakuan.
d. Adat
istiadat (custom)
Adat
istiadat
adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat
kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
uraian diatas, kami sebagai penyusun dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.
Individu bukan berarti manusia sebagai
suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagi kesatuan yang
terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan.
2.
Perkembangan manusia secara perorangan
pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu puluhan atau bahkan belasan tahun
untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam menjadikan manusia semakin
berkembang.
3.
Perkembangan keindividualan memungkinkan
seseorang untuk mengembangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara
optimal.
4.
Faktor- faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan manusia sebagai mahluk individu diantaranya yaitu, nativisme,
empirisme, dan konvergensi.
5.
Manusia sebagai mahluk individu memiliki
tahapan- tahapan perkembangan psikologi.
Tanpa bantuan manusia lainnya,
manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain,
manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa
mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:
a.
Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b.
Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
c.
Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d.
Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
3.2
Kritik
dan Saran
Manusia
sebagai mahluk individu yang memiliki potensi berfikir. Dengan potensi yang
dimilikinya itu sebaiknya manusia yang berperan sebagai satu individu dapat
memaksimalkan segala kemampuannya untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan untuk
masyarakat luas lainnya.
Manusia juga tidak boleh
mementingkan kepentingan diri sendiri, satu sama lain harus punya kesadaran
yang tumbuh dalam pola pikir masing-masing, kita makhluk yang memiliki keterbatasan
sehingga bantuan orang lain diperlukan disini. Jangan mengganggap orang lain
rendah dihadapan kita karena bagaimana pun kita hidup tidak akan terpisahkan
dari keberadaan manusia lain. Semoga hal ini bisa diterapkan, dan akan mengalami
perubahan yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi,
Elly, Dra. M.Si. dkk., 2006. Ilmu Sosial
dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana.
Setiawan,
Andi. Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Individu, Sosial, Susila dan Religius dalam Kerangka (bingkai)
Pendidikan. http://andhisetiawan.blogspot.com/.
Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011
Oxlay.
Manusia Sebagai Makhluk Individu Dan
Makhluk Sosial http://id.shvoong.com/social-sciences/2191776-manusia-sebagai-makhluk-individu-dan/#ixzz1aqArscaJ.
Di akses pada tanggal 22 Oktober 2011.
Alexa.
Manusia Sebagai Makhluk Individu Dan
Makhluk Sosial. http://www.peutuah.com/.
Di akses pada tanggal 22 Oktober 2011.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus