Jumat, 27 Januari 2012

MAKALAH ISBD


Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial



MAKALAH



Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar

Dosen Mata Kuliah
Dra. Utty Suwirta, M. Pd





Disusun oleh:

Reni Rahmawati
2119110009


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
TAHUN 2011



KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat iman dan islam kepada kita semua sehingga penulis dapat  menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
            Pada kesempatan yang baik ini tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1.      Kedua orang tua yang selalu mendukung saya
2.      Kepada Ibu Dra. Utty Suwirta, M. Pd selaku Dosen mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
3.      Kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari segi materi, pengetahuan, maupun materil hingga selesainya penyusunan makalah ini.

Makalah yang berjudul “Manusia Sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial” yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar pada Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Galuh Ciamis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik itu dari segi penyajian maupun dari segi penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun dan perbaikan penulisan makalah ini atau laporan-laporan lainnya yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat, khusus bagi penulisan dan umumnya bagi semua pembaca. Amin.



Ciamis,  Oktober  2011


Penulis


 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................      i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................      ii

BAB I          PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang Masalah..........................................................................      1
1.2     Perumusan Masalah ................................................................................      1
1.3     Tujuan Penulisan ....................................................................................      2
1.4     Metode Penulisan ...................................................................................      2
1.5     Sistematika Penulisan .............................................................................      2

BAB II         PEMBAHASAN
2.1     Manusia Sebagai Mahluk Individu ........................................................      4
2.2     Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu..............................      6
2.3     Perkembangan Individu..........................................................................      6
2.4     Manusia Sebagai Mahluk Sosial .............................................................      8
2.5     Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial..................................   11
2.6     Interaksi Sosial dan Sosialisasi................................................................   12
2.7     Karakteristik Manusia Sebagai Mahluk Sosial .......................................    16
2.8     Peranan Manusia Sebagai Mahluk Sosial................................................   18

BAB III       PENUTUP
3.1     Kesimpulan ............................................................................................   20
3.2     Kritik Dan Saran ....................................................................................   21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................   22


 BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan memiliki dua kedudukan, yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia memiliki satu pribadi yang berbeda dengan manusia yang lain. Setiap manusia memiliki identitas dan karakteristik sendiri, sementara itu sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan orang lain. Hal ini pun ditegaskan oleh seorang ahli filsuf Yunani yang bernama Aristoteles. Menurutnya manusia adalah zoon politicon. Hal ini berarti manusia merupakan makhluk sosial atau homo socialis yang memiliki keinginan untuk bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya. Dengan demikian, manusia ditakdirkan untuk hidup bermasyarakat sehingga tanpa kehadiran orang lain, individu tersebut seolah-olah tidak mempunyai arti.
Sebagai makhluk sosial, manusia akan senantiasa menjalin hubungan dengan sesamanya untuk mencapai kebutuhan hidup. Misalnya untuk mendapat baju yang indah, seorang individu membutuhkan keahlian seorang penjahit. Untuk mendapatkan sepotong buah yang segar, individu membutuhkan penjual buah. Untuk mendapatkan beras, individu membutuhkan petani. Masih banyak sekali contoh yang lainnya. Di sini terlihat bahwa tanpa keberadaan orang lain manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya.
Oleh karena itu, sepanjang hidup manusia senantiasa berkelompok. Hal ini dapat dilihat dari terbentuknya keluarga. Keluarga merupakan kelompok manusia dalam skala kecil. Seiring dengan berjalannya waktu, kelompok ini semakin luas hingga membentuk sebuah bangsa dan negara yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan.

1.2     Perumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.        Apa pengertian manusia sebagai mahluk individu?
2.        Bagaimana perkembangan individu?
3.        Apa pengertian manusia sebagai mahluk sosial?
4.        Bagaimana karakteristik manusia sebagai mahluk sosial?
5.        Apa saja peranan manusia sebagai mahluk sosial?


1.3     Tujuan Penulisan
       Sekecil apapun bentuk kegiatan yang dilakukan senantiasa harus dipertimbangkan dan ditinjau dari segi latar belakang dan tujuannya terlebih dahulu, penting tidak dengan tujuan yang jelas kegiatan tersebut akan terasa terarah, terencana, dan terasa lebih mantap, apalagi jika kegiatan ini mempunyai perkiraan dan jangkauan yang lebih luas.
       Begitupula dengan penyusunan makalah ini memiliki beberapa tujuan yaitu:
1.      Untuk mengetahui pengertian manusia sebagai mahluk individu
2.      Untuk mengetahui pengertian manusia sebagai mahluk sosial
3.      Untuk mengetahui perkembangan individu
4.      Untuk mengetahui karakteristik manusia sebagai mahluk sosial
5.      Untuk mengetahui peranan manusia sebagai mahluk sosial

1.4     Metode Penulisan
       Metode yang penulis terapkan dalam menyusun makalah ini adalah metode pustaka, yaitu penulis mengambil data-data dari beberapa sumber seperti buku dan internet.
1.5     Sistematika Penulisan
       Penyusunan makalah ini menggunakan sistematika yang umum digunakan dalam pembuatan makalah sehingga susunannya merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, yaitu sebagai berikut :

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I          PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
1.2    Perumusan Masalah
1.3     Tujuan Penulisan
1.4    Metode Penulisan
1.5     Sistematika Penulisan
BAB II         PEMBAHASAN
2.1    Manusia Sebagai Mahluk Individu
2.2    Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu
2.3    Perkembangan Individu
2.4    Manusia Sebagai Mahluk Sosial
2.5    Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
2.6    Interaksi Sosial dan Sosialisasi
2.7    Karakteristik Manusia Sebagai Mahluk Sosial
2.8    Peranan Manusia Sebagai Mahluk Sosial

BAB III       PENUTUP
3.1    Kesimpulan
3.2    Kritik Dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

                                                                                                  
 BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Manusia Sebagai Mahluk Individu
       Dalam bahasa Latin individu berasal dari kata individuum, artinya yang tak terbagi. Dalam bahasa Inggris individu berasal dari kata in dan divided. Kata in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan divided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan.
       Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut lagi sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
       Bila seseorang hanya tinggal raga, fisik, atau jasmaninya saja, maka tidak dikatakan sebagai individu. Jadi pengertian manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada dalam diri individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Jadi sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan rohaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, keutuhan raga dan jiwanya.
       Setiap manusia memiliki keunikan atau ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Sekalipun orang itu terlahir secara kembar, mereka tidak ada yang memiliki ciri fisik dan psikis yang persis sama.
Walaupun secara umum manusia itu memiliki perangkat fisik yang sama, tetapi kalau perhatian kita tujukan pada hal yang lebih detail, maka akan terdapat perbedaan-perbedaan. Perbedaan itu terletak pada bentuk, ukuran, sifat, dan lain-lainnya. Contohnya: si Sule berbeda dengan si Ajis Gagap, karena di antara keduanya berbeda secara fisik, si Sule berambut panjang dan kurus, sedangkan si Ajis Gagap berambut pendek dan agak gemuk. Begitu pula dalam kumpulan atau kerumunan ribuan orang atau jutaan manusia, kita tetap dapat mengenali seseorang yang sudah kita kenal karena memiliki ciri fisik yang sudah kita kenal. Sebaliknya bila hal ini terjadi pada kerumunan atau kumpulan hewan atau binatang, sulit bagi kita untuk mengenali satu hewan di tengah ribuan hewan yang sejenis.
       Ciri seorang individu tidak hanya mudah dikenali lewat ciri fisik atau biologisnya. Sifat, karakter, perangai, atau gaya dan selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri fisik seseorang pertama kali mudah dikenali. Ada orang yang gemuk, kurus, atau langsing, ada yang kulitnya cokelat, hitam, atau putih, ada yang rambutnya lurus dan ikal. Dilihat dari sifat, perangai atau karakternya, ada orang yang periang, sabar, cerewet, atau lainnya.
Seorang individu adalah perpaduan antara:
  1. Faktor genotipe (faktor yg dibawa sejak lahir, faktor keturunan). Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotipe).
  2. Faktor fenotipe (lingkungan) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
       Karakteristik yang khas dari seseorang ini sering kita sebut dengan kepribadian. Menurut Nursyid Sumaatmadja, kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi biopsikofisikal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan.
       Setiap orang memiliki kepribadian yang membedakan dirinya dengan yang lain. Kepribadian seseorang itu dipengaruhi faktor bawaan (genotipe) dan faktor lingkungan (fenotipe) yang saling berinteraksi terus-menerus.
       Selain individu, kelompok sosial yang lebih besar, seperti keluarga, tetangga, dan masyarakat, memiliki ciri/karakter/kebiasaan yang berbeda-beda pula. Keluarga yang terbiasa dengan suasana yang demokratis dan religius, misalnya, berbeda dengan keluarga yang suasananya otoriter dan kurang religius. Begitu pula lingkungan tetangga yang familiar dan gotong royong, berbeda dengan yang kurang akrab dan individualis.

  
2.2    Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu

Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau kelompok, manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi di antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu.
Sebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan Homo sapiens memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan potensi-potensi yang ada, manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya yaitu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Perkembangan manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu puluhan atau bahkan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam menjadikan manusia semakin berkembang. Perkembangan keindividualan memungkinkan seseorang untuk mengmbangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara optimal.
Sebagai makhluk individu manusia mempunyai suatu potensi yang akan berkembang jika disertai dengan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat menggali dan mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya. Melalui pendidikan pula manusia dapat mengembangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.

2.3    Perkembangan Individu
Sejak lahir sampai pada akhir hayatnya, manusia hidup ditengah-tengah kelompok sosial atau kesatuan sosial juga dalam situasi sosial yang merupakan bagian dari ruang lingkup suatu kelompok sosial. Kelompok sosial yang merupakan awal kehidupan manusia individu adalah keluarga. Dalam keluarga ada rasa saling tergantung diantara sesama manusia yang membentuk individu berkembang untuk beradaptasi dengan kehidupan dalam masyarakat. Hal ini menandakan bahwa manusia sebagai individu tidak mampu hidup sendiri, tetapi diperlukan keberadaan dalam suatu kelompok (masyarakat) sehingga individu merupakan makhluk sosial. Ini berarti antara individu dan kelompok terdapat hubungan timbal balik dan hubungan yang sangat erat yang merupakan hubungan fungsional.
Pertumbuhan dan perkembangan individu menjadi pribadi yang khas tidak terjadi dalam waktu sekejap, melainkan terentang sebagai kesinambungan perkembangan sejak masa janin, bayi, anak , remaja, dewasa sampai tua. Istilah pertumbuhan lebih tertuju pada segi fisik atau biologis individu, sedangkan perkembangan tertuju pada segi mental psikologis individu.
Pertumbuhan dan perkembangan individu dipengaruhi beberapa faktor. Mengenai hal tersebut ada tiga pandangan, yaitu:
  1. Pandangan nativistik menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata ditentukan atas dasar fakor dari dalam individu sendiri, seperti bakat dan potensi, termasuk pula hubungan atau kemiripan dengan orang tuanya. Misalnya, jika ayahnya seniman maka sang anak akan menjadi seniman pula.
  2. Pandangan empiristik menyatakan bahwa pertumbuhan individu semata-mata didasarkan atas faktor lingkungan. Lingkunganlah yang akan menentukan pertumbuhan seseorang. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan nativistik.
  3. Pandangan konvergensi yang menyatakan bahwa pertumbuhan individu dipengaruhi oleh faktor diri individu dan lingkungan. Bakat anak merupakan potensi yang harus disesuaikan dengan diciptakannya lingkungan yang baik sehingga ia bisa tumbuh secara optimal. Pandangan ini berupaya menggabungkan kedua pandangan sebelumnya.
Pada dasarnya, kegiatan atau aktivitas seseorang ditujukan untuk memenuhi kepentingan diri dan kebutuhan diri. Sebagai makhluk dengan kesatuan jiwa dan raga, maka aktivitas individu adalah untuk memenuhi kebutuhan baik kebutuhan jiwa, rohani, atau psikologis, serta kebutuhan jasmani atau biologis. Pemenuhan kebutuhan tersebut adalah dalam rangka menjalani kebutuhannya.
Pandangan yang mengembangkan pemikiran bahwa manusia pada dasarnya adalah individu yang bebas dan merdeka adalah paham individualisme. Paham individualisme menekankan kekhususan, martabat, hak, dan kebebasan orang perorang. Manusia sebagai individu yang bebas dan merdeka tidak terikat apapun dengan masyarakat ataupun negara. Manusia bisa berkembang dan sejahtera hidupnya serta berlanjut apabila dapat bekerja secara bebas dan berbuat apa saja untuk memperbaiki dirinya sendiri.
2.4    Manusia Sebagai Mahluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup dengan manusia lain (masyarakatnya). Ia tidak dapat merealisasikan potensi hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan manusia lain untuk hal tersebut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya.
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Ketika manusia sebagai makhluk individu ternyata tidak mampu hidup sendiri. Manusia berbeda dengan hewan, manusia diberikan akal, sedangkan hewan di berikan insting untuk mempertahankan hidupnya. Insting yang di miliki manusia sangat terbatas, misalnya ketika bayi lahir ia hanya diberi insting untuk menangis, ketika lapar ia menangis, ketika pipis pun ia menangis. Untuk bisa berjalan manusia membutuhkan manusia lain. Sedangkan pada hewan, misalnya jerapah, beberapa menit setelah lahir sudah bisa berjalan tegak mengikuti induknya. Insting atau naluri adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, yang diperoleh bukan melalui proses belajar.
Pada usia bayi, manusia sudah menjalin hubungan terutama dengan ayah dan ibu, dalam bentuk gerakan, senyuman, dan kata-kata. Pada usia 4 tahun, ia mulai berhubungan dengan teman- teman sebaya dan melakukan kontak sosial. Pada usia-usia selanjutnya, ia terikat dengan norma-norma pergaulan dengan lingkungan yang semakin luas. Manusia hidup dalam lingkungan sosialnya. Ia dalam menjalani kehidupannya akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya. Manusia saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lainnya. Hal ini disebabkan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri. Ia akan bergabung dengan manusia lain membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan tujuan hidup. Dalam hal ini, manusia sebagai individu memasuki kehidupan bersama dengan individu lainnya.
Berdasarkan proses diatas, manusia lahir dengan keterbatasan, dan secara naluriah manusia membutuhkan hidup dengan manusia lainnya. Manusia sejak lahir dipelihara dan dibesarkan dalam sesuatu masyarakat terkecil, yaitu keluarga. Keluarga terbentuk karena adanya pergaulan antar anggota sehingga dapat dikatakan bahwa berkeluarga merupakakn kebutuhan manusia. Esensinya, manusia memerlukan orang lain atau hidup dalam kelompoknya.
Cooley berpendapat, ia memberi nama looking-glass self untuk melihat bahwa seseorang dipengaruhi oleh orang lain. Nama demikian diberikan olehnya karena melihat analogi antara pembentukan diri seseorang dengan perilaku orang yang sedang bercermin; kalau cermin memantau apa yang ada didepannya, maka menurut Cooley diri seseorang memantau apa yang di rasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya.
Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap:
  1. Tahap pertama, seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya.
  2. Tahap kedua, sesorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya.
  3. Tahap ketiga, seseoerang mempunyai perasaan terhadapa aap yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadap itu.
Untuk memahami pendapat Cooley disini dapat disajikan suatu contoh. Seorang siswa yang cenderung memperoleh nilai-nilai rendah (misalnya, 40 atau 50) dalam ujian-ujian semesternya. Misalnya para guru yang ada di sekolah menganggapnya bodoh. Ia merasa pula bahwa karena ia dinilai bodoh maka ia kurang dihargai guru-gurunya. Karena kurang dihargai siswa, siswa tersebut menjadi murung. Jadi disini perasaan diri sendiri seseorang merupakan pencerminan dari penilaian orang lain (looking-glass self). Dalam kasus tersebut diatas, pelecehan oleh guru ini ada dalam benak si siswa dan memengaruhi pandangannya mengenai dirinya sendiri, terlepas dari soal apakah dalam kenyataan para guru memang berperasaan demikian terhadapnya.
Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya yang ingin bergaul satu sama lain, maka manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang, dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Sebagai idividu, manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkan dengan mudah tanpa bantuan orang lain.
Salah satu peranan dikaitkan dengan sosialisasi oleh teori George Herbert Mead. Dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Socienty (1972), Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui beberapa tahap-tahap Play Stage, tahap Game Stage, dan tahap Generalized Other.
Menurut mead setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peranan-peranan yang ada dalam masyarakat. Sosialisasi adalah suatu proses dimana didalamnya terjadi pengambilan peranan yang harus dijalankannya serta peranan yang harus dijalankan orang lain. Melalui penguasaan peranan yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain. Menurut Mead tahap-tahapan itu adalah:
1.      Play Stage, seseorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia mulai menirukan peranan yang dijalankan oleh orang tuanya atau peranan orang dewasa lain dengan siapa ia sering berinteraksi.
2.      Game Stage, seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankannya oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
3.      Generalized Other, pada tahap awal sosialisasi, interaksi seorang anak biasanya terbatas pada sejumlah kecil orang lain biasanya snggota keluarga, terutama ayah dan ibu. Oleh Mead orang-orang yang penting dalam proses sosialisasi ini dinamakan significant other. Pada tahap ketiga sosialisasi seseorang dianggap telah mampu mengamil peranan-peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat mampu mengambil peranan Generalized Other. Ia telah mampu brinterksi dengan orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang lain dengan siapa ia berinteraksi.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan sebagai berikut:
a.       Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b.      Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
c.       Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d.      Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

2.5    Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu. Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama, dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.
Tidak hanya terbatas pada segi badaniah saja, manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, "manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan". Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.
Di samping adanya hasrat-hasrat atau golongan instingtif pada manusia masih terdapat factor-faktor yang lain yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat.
Faktor-faktor itu adalah:
  1. Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
  2. Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah.karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
  3. Karena terjadinya habit pada tiap-tiap diri manusia. Manusia bermasyarakat karena ia telah biasa mendapat bantuan yang berfaedah yang diterimanya sejak kecil dari lingkungannya.
  4. Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain.
2.6    Interaksi Sosial dan Sosialisasi

a.     Interaksi Sosial
Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat. Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakannya. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.

Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.        Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru.
2.        Sugesti. Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Karena dalam psikologi sugesti di bedakan adanya.
·       Autosugesti, yaitu sugesti terhadap diri sendiri yang datang dari dirinya sendiri.
·       Heterosugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain.
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalah hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Dalam ilmu jiwa sosial sugesti dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa di kritik terlebih dahulu
3.        Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.
4.        Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi.
Syarat – syarat terjadinya interaksi sosial:
1. Adanya kontak sosial
adalah hubungan alngsung atau bersama-sama. Misalnya berbicara dengan bertatap muka, berbicara melalui telepon.

2. Adanya komunikasi
komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu Cominicare (Comunis) yang berarti milik bersama. Jadi komunikasi adalah hubungan timbal balik antar sesama manusia dan dapat terjadi apabila seseorang memberi arti perlakuan kepada orang lain melalui gagasan atau perasaan atas sesuatu yang ingin disampaikan orang tersebut.

 b.   Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Gilin and Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu:
a.       Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
b.      Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan pertikain.
Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:
1.      Bentuk Interaksi Asosiatif
a.       Kerja sama (cooperation)
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama, yaitu:
·         Bargainng, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
·         Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu carta untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
·         Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempynyai tujuan yang sama.
b.      Akomodasi (accomodation)
Adapun bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya:
·         Coercion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.
·         Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
·         Arbitration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.
·         Mediation, hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga yang netral dalam persoalan yang ada.
·         Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu tujuan bersama.
·         Tolerantion, bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil bentuknya.
·          Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangan.
·         Adjudication¸ yaitu perselisihan perkara atau sengketa di pengadilan.
2.      Bentuk Interaksi Disosiatif
a.       Persaingan (competition)
Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.
b.      Kontravensi (contravention)
Kontravensi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontavensi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikannya dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
c.       Pertentangan (conflict)
Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara lain:
·           Pertentangan pribadi, pertentangan antar-individu.
·           Pertentangan rasional, pertentangan yang timbul karena perbedaan ras.
·           Pertentangan kelas sosial, pertentangan yang di sebabkan oleh perbedaan kepentingan antara kelas sosial.
·           Pertentangan politik, biasanya terjadi di antara partai-partai politik untuk memperoleh kekuasaan negara.
3.      Bentuk dan Pola Sosialisasi
a.       Bentuk-bentuk Sosialisasi
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan berkesinambungan.
b.      Pola-pola Sosialisasi
Pada dasarrnya kita mengenal dua pola sosialisasi, yaitu pola represi yang menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Dan pola partisipatori yabg merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan manakala berperilaku baik dan anak menjadi pusat sosialisasi.

2.7    Karakteristik Manusia Sebagai Mahluk Sosial
Telah berabad-abad konsep manusia sebagai makhluk sosial itu ada yang menitik beratkan pada pengaruh masyarakat yang berkuasa kepada individu. Dimana memiliki unsur-unsur keharusan biologis, yang terdiri dari:
  1. Dorongan untuk makan
  2. Dorongan untuk mempertahankan diri
  3. Dorongan untuk melangsungkan jenis
Dari tahapan diatas menggambarkan bagaimana individu dalam perkembangannya sebagai seorang makhluk sosial dimana antar individu merupakan satu komponen yang saling ketergantungan dan membutuhkan. Sehingga komunikasi antar masyarakat ditentukan oleh peran oleh manusia sebagai makhluk sosial. Dalam perkembangannya manusia juga mempunyai kecenderungan sosial untuk meniru dalam arti membentuk diri dengan melihat kehidupan masyarakat yang terdiri dari :
  1.  Penerimaan bentuk-bentuk kebudayaan, dimana manusia menerima bentuk-bentuk pembaharuan yang berasal dari luar sehingga dalam diri manusia terbentuk sebuah pengetahuan.
  2. Penghematan tenaga dimana ini adalah merupakan tindakan meniru untuk tidak terlalu menggunakan banyak tenaga dari manusia sehingga kinerja mnausia dalam masyarakat bisa berjalan secara efektif dan efisien.
Pada umumnya hasrat meniru itu kita lihat paling jelas di dalam ikatan kelompok tetapi juga terjadi didalam kehidupan masyarakat secara luas. Dari gambaran diatas jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial. Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :
  1. Tekanan emosional. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
  2. Harga diri yang rendah, etika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain karena kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih sayang orang lain atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula. Isolasi sosial, orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.

2.8    Peranan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai pribadi adalah berhakikat sosial. Artinya, manusia akan senantiasa dan selalu berhubungan dengan orang lain. Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Fakta ini memberikan kesadaran akan “ketidakberdayaan” manusia dalam memenuhi kebutuhannya sendiri.
Kebutuhan akan orang lain dan interaksi sosial membentuk kehidupan berkelompok pada manusia. Berbagai kelompok sosial tumbuh seiring dengan kebutuhan manusia untuk saling berinteraksi.
Dalam berbagai kelompok sosial ini, manusia membutuhkan norma-norma pengaturannya. Terdapat norrma-norma sosial sebagai patokan untuk bertingkah laku bagi manusia di kelompoknya. Norma-norma tersebut ialah:
a.       Norma agama atau religi, yaitu norma yang bersumber dari Tuhan yang diperuntukkan bagi umat-Nya. Norma agama berisi perintah agar dipatuhi dan larangan agar dijauhi umat beragama. Norma agama ada dalam ajaran-ajaran agama.
b.      Norma kesusilaan atau moral, yaitu norma yang bersumber dari hati nurani manusia untuk mengajak kepada kebaikan dan menjauhi keburukan. Norma moral bertujuan agar manusia berbuat baik secara moral. Orang berkelakuan baik adalah orang yang bermoral, sedangkan orang yang berkelakuan buruk adalah orang tidak bermoral atau amoral.
c.       Norma kesopanan atau adat adalah norma yang bersumber dari masyarakat dan berlaku terbatas pada lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Norma ini di maksudkan untuk menciptakan keharmonisan hubungan antarsesama.
d.      Norma hukum, yaitu norma yang dibuat masyarakat secara resmi (negara) yang pemberlakuannya dapat dipaksakan. Norma hukum yang bersifat tertulis.
Selain itu, norma dapat dibedakan pula menjadi empat macam berdasarkan kekuatan berlakunya dimasyarakat. Ada norma yang daya ikatnya sangat kuat, sedang, dan ada pula norma yang daya ikatnya  sangat lemah. Keempat jenis tersebut adalah cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom).
a.       Cara (usage)
Cara adalah bentuk kegiatan manusia yang daya ikatnya sangat lemah. Norma ini lebih menonjol dalam hubungn antarindividu atau perorangan. Pelanggaran terhadap norma ini tidak mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi sekedar celaan. Contohnya cara makan, ada yang makan sambil berdiri dan ada yang makan sambil duduk. Cara makan sambil duduk dianggap lebih panas dibandingkan cara makan sambil bediri.
b.      Kebiasaan (falkways)
Kebiasaan adalah kegiatan atau perbuatan yang di ulang-ulang dalam bentuk yang sama oleh orang banyak kerana disukai. Norma ini lebih kuat daya ikatnya dari pada norma cara. Contohnya, kebiasaan salam bila bertemu.
c.       Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan adalah kebiasaan yang di anggap sebagai norma pengatur. Sifat norma ini disatu sisi sebagai pemaksa suatu perbuatan dan disisi lain sebagai suatu larangan. Dengan demikian, tata kelakuan dapat menjadi acuan agar masyarakat menyusuaikan diri dengan kelakuan yang ada serta meninggalkan perbuatan yang tidak sesui dengan tata kelakuan.
d.      Adat istiadat (custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.


BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan

Dari uraian diatas, kami sebagai penyusun dapat menyimpulkan sebagai berikut :
1.        Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagi kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan.
2.        Perkembangan manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu puluhan atau bahkan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam menjadikan manusia semakin berkembang.
3.        Perkembangan keindividualan memungkinkan seseorang untuk mengembangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara optimal.
4.        Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan manusia sebagai mahluk individu diantaranya yaitu, nativisme, empirisme, dan konvergensi.
5.        Manusia sebagai mahluk individu memiliki tahapan- tahapan perkembangan psikologi.

           Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
   Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:
a.      Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b.      Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.
c.      Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain
d.      Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.


3.2   Kritik dan Saran

             Manusia sebagai mahluk individu yang memiliki potensi berfikir. Dengan potensi yang dimilikinya itu sebaiknya manusia yang berperan sebagai satu individu dapat memaksimalkan segala kemampuannya untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan untuk masyarakat luas lainnya.
             Manusia juga tidak boleh mementingkan kepentingan diri sendiri, satu sama lain harus punya kesadaran yang tumbuh dalam pola pikir masing-masing, kita makhluk yang memiliki keterbatasan sehingga bantuan orang lain diperlukan disini. Jangan mengganggap orang lain rendah dihadapan kita karena bagaimana pun kita hidup tidak akan terpisahkan dari keberadaan manusia lain. Semoga hal ini bisa diterapkan, dan akan mengalami perubahan yang signifikan.


DAFTAR PUSTAKA


Setiadi, Elly, Dra. M.Si. dkk., 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana.
Setiawan, Andi. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu, Sosial, Susila dan Religius dalam Kerangka (bingkai) Pendidikan. http://andhisetiawan.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011
Oxlay. Manusia Sebagai Makhluk Individu Dan Makhluk Sosial http://id.shvoong.com/social-sciences/2191776-manusia-sebagai-makhluk-individu-dan/#ixzz1aqArscaJ. Di akses pada tanggal 22 Oktober 2011.
Alexa. Manusia Sebagai Makhluk Individu Dan Makhluk Sosial. http://www.peutuah.com/. Di akses pada tanggal 22 Oktober 2011.





      



1 komentar: